Rabu, 14 Maret 2012

   KONFLIK DAN NEGOSIASI
(PERILAKU ORGANISASI)


Nama Kelompok  
Haryuda Eka Putra
Jeannice Putra Subowono
Lalu Gede Sava
Andri Fakthur Rachman
Novaria

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN MANEJEMEN
2010
MALANG   



BAB I
Latar belakang
1.1 Konflik
Perilaku organisasi adalah bidang studi yang menyelidiki pengaruh yang dimiliki individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku dalam organisasi yang bertujuan menerapkan ilmu pengetahuan guna meningkatkan keefektifan suatu organisasi (Stephen P. Robbin,2008). Di dalam perilaku organisasi, akan dipelajari bagaimana ketiga faktor utama yakni individu, kelompok, dan struktur berjalan bersama dan mempengaruhi keadaan organisasi itu sendiri secara utuh. Untuk menyelaraskan ketiga faktor utama dalam organisasi tersebut tidaklah mudah sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik agar organisasi dapat berjalan dengan baik dan mampu mencapai tujuan organisasi.

Di dalam usahanya menyelaraskan ketiga faktor utama perilaku organisasi, organisasi akan dihadapkan pada berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang sering kali muncul di dalam organiasasi adalah konflik. Secara sosiologis, konflik dapat diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules 1994 :249).

BAB II
Landasan teori
2.1 Definisi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Konflik menurut Stephen.P.Robbins adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Definisi ini mencakup beragam konflik yang orang alami dalam organisasi, ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspetasi perilaku, dan sebagainya.
Ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yg timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya/pekerjaan yang terbatas atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi. [SUPS]
2.2 Pandangan Tentang Konflik
Terdapat tiga pandangan tentang konflik, yaitu :
·         Pandangan tradisional, menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian, aliran ini juga memandang konflik sebagai sesuatu yang sangat buruk, tidak menguntungkan dalam organisasi. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahan.
·         Pandangan hubungan manusia. Pandangan behaviorial (yang berhubungan dengan tingkah laku) ini menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak terelakan dalam setiap kelompok manusia. Konflik tidak selalu buruk karena memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok, yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik.
·         Pandangan interaksionis. Yang menyatakan bahwa konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif. Oleh karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini didasari keyakinan bahwa organisasi yang tenang, harmonis, damai ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan tidak inovatif. Dampaknya dalam kinerja organisasi menjadi rendah.
2.3 Jenis Konflik
      Terdapat 3 jenis konflik menurut Robbins :
·         Konflik tugas, yaitu konflik atas isi dan sasaran pekerjaan
·         Konflik hubungan, yaitu konflik berdasarkan hubungan interpersonal
·         Konflik proses, yaitu konflik atas cara melakukan pekerjaan
      Terdapat 2 jenis konflik menurut john m.ivan,robert konopaske,michael     t.matenson:
·       Konflik fungsional adalah konfortasi antarkelompok yang dapat meningkatkan dan menguntungkan kerja organisasi.
·       Konflik disfungsional adalah konfortasi atau interaksi antarkelompok yang membahayakan organisasi atau menghambat organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya.

2.4 Proses konflik/tahapan konflik
        Menurut Stephen P.Robbin, proses konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan : potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
Tahap 1 : Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti mengarah langsung ke konflik, tetapi salah satu darinya diperlukan jika konflik hendak muncul. Kondisi-kondisi tersebut (sebab atau sumber konflik) dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum : komunikasi, struktur, dan variabel-variabel pribadi.[1]
Komunikasi, komunikasi dapat menjadi sumber konflik. Komentar dari beberapa individu yang sedang berbicara mempresentasikan dua kekuatan berlawanan yang muncul akibat kesulitan semantik, kesalahpahaman, dan kegaduhan pada saluran komunikasi.[2]
Struktur, istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan yuridiksi, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antarkelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik berkorelasi terbalik. Potensi konflik cenderung paling tinggi jika anggota-anggota kelompok lebih muda dan ketika tingkat perputaran karyawan tinggi.[3]
Kelompok-kelompok dalam organisasi memiliki tujuan yang beragam. Beragamnya tujuan di antara kelompok-kelompok ini merupakan salah satu sumber utama konflik. Ada indikasi bahwa gaya kepemimpinan yang melekat dapat meningkatkan potensi konflik, tetapi bukti pendukungnya tidak kuat. Selain itu, terdapat pula indikasi bahwa partisipasi dan konflik sangat berkorelasi karena partisipasi mendorong dipromosikannya perbedaan. Sistem imbalan juga diketahui menciptakan konflik ketika perolehan salah seorang anggota dipandang merugikan anggota lain. Terakhir, jika sebuah kelompok bergantung pada kelompok lain atau saling ketergantungan memungkinkan satu kelompok mendapat hasil sembari merugikan kelompok lain,daya konflik pun akan terangsang.[4]
Variabel-variabel pribadi, meliputi kepribadian, emosi, dan nilai-nilai.[5]
Tahap 2 : Kognisi dan personalisasi
Yaitu tahap dimana isu-isu konflik biasanya didefinisikan dan pada gilirannya akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik. Sebagai contoh, emosi yang negatif dapat menyebabkan peremehan persoalan, menurunnya tingkat kepercayaan dan interpretasi negatif atas perilaku pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif dapat meningkatkan kemampuan untuk melihat potensi hubungan diantara elemen-elemen suatu masalah, memandang secara lebih luas suatu situasi dan mengembangkan berbagai solusi yang lebih inovatif. Konflik disyaratkan adanya persepsi dengan kata lain bahwa tidak berarti konflik itu personalisasi. Selanjutnya konflik pada tingkatan perasaan yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional.[6]
            Tahap 3 : Maksud
Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku luaran mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang. muncul karena salah-satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. [7]
Dengan menggunakan dua dimensi yaitu pertama, sifat kooperatif (kadar sampai mana salah-satu pihak berusaha memuaskan kepentingan pihak lain). Kedua, sifat tegas (kadar sampai mana salah-satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri). Adapun lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasikan, yaitu sebagai berikut: bersaing (tegas dan tidak kooperatif), bekerja sama (tegas dan kooporatif), menghindar (tidak tegas dan tidak kooperatif), akomodatif (tidak tegas dan kooperatif), dan kompromis (tengah-tengah antara tegas dan kooperatif).
-          Bersaing, hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi seseorang tanpa memedulikan dampaknya terhadap orang lain yang berkonflik dengannya.
-          Bekerja Sama, merupakan suatu situasi di mana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak.
-          Menghindar, merupakan hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah konflik.
-          Akomodatif, kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri.
-          Kompromis, suatu situasi di mana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu atau lain hal.[8]
Tahap 4 : Perilaku
            Meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Dengan demikian dalam konflik dibutuhkan teknik-teknik manajemen konflik sehingga mendorong konflik mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Untuk meredakan konflik yang ada, diperlukan untuk mempelajari teknik-teknik manajemen konflik. Manajemen konflik adalah pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.[9]


Tabel1 – teknik-teknik manajemen konflik[10]
Teknik-teknik penyelesaian konflik
Pemecahan masalah
Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang berkonflik untuk mengidentifikasi masalah dan menyelesaikannya melalui diskusi terbuka
Tujuan superordinat
Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerja sama dari setiap pihak yang berkonflik
Ekspansi sumber daya
Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan sumber daya (uang,promosi,kesempatan,ruang kantor) ekspansi sumber daya dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan
Penghindaran
Penarikan diri dari, atau penyembunyian, konflik
Memperhalus
Meminimalkan perbedaan sembari menekankan kepentingan bersama di antara pihak-pihak yang berkonflik
Berkompromi
Masih masing-masing pihak yang berkonflik menyerahkan sesuatu yang bernilai
Perintah otoratif
Manajemen menggunakan wewenang formalnya untuk menyelesaikan konflik dan kemudian menyampaikan keinginannya kepada pihak-pihak yang terlibat
Mengubah variabel manusia
Menggunakan teknik-teknik perbuahan perilaku seperti pelatihan hubungan insani untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik
Mengubah variabel struktural
Mengubah struktur organisasi formal dan pola-pola interaksii dari pihak-pihak yang berkonflik melalui rancang ulang pekerjaan, pemindahanm penciptaan posisi koordinasi, dan sebagainya.
Teknik-teknik stimulasi konflik
Komunikasi
Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang sifatnya mengancam untuk menaikkan tingkat konflik
Memasukkan orang luar
Menambahkan karyawan ke suatu kelompok dengan latar belakang, nilai-nilai, sikap, atau gaya manajerialnya berbeda dari anggota-anggota yang ada sekarang
Restrukturisasi organisasi
Menata ulang kelompok-kelompok kerja, mengubah aturan dan ketentuan, meningkatkan kesalingketergantungan, dan membuat perubahan struktural yang diperlukan untuk menggoyang status quo
Membuat kambing hitam
Menunjuk seorang pengkritik untuk secara sengaja mendebat posisi mayoritas yang digenggam oleh kelompok
Sumber : berdasarkan S.P.Robbins, Managing Organizational Conflict:A Nontraditional Approach (upper Saddle River,NJ:Prentice Hall,1974), hal 59-89
Tahap 5 : Akibat
Jalinan aksi reaksi antara pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi ini bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.[11]
Akibat Fungsional, menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu penggerak yang meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok, menyediakan media atau sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan, serta menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan. Selain itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.[12]
Akibat Disfungsional, menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah kelompok. Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem, konflik dapat menghentikan kelompok yang sedang berjalan dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok.[13]
Menciptakan Konflik Fungsional, cara organisasi menciptakan konflik fungsional adalah dengan cara memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.









2.5 Negosiasi
Metode yang banyak dipakai tetapi sering tidak dikenal dalam mengatasi konflik antar kelompok adalah proses perundingan. Jika dilakukan dengan efektif, proses negosiasi dapat menyebabkan kelanjutan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan usaha kerjasama untuk mencapai nilai-nilai tidak terdapat sebelumnya. Negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukakan pertukaran barang atau jasa untuk menyepakati nilai tukarnya. Dalam negosiasi ada proses tawar-menawar yakni tawar-menawar distributif dan tawar menawar integratif.
Tawar-menawar distributif adalah negosiasi yang berusaha membagi sumber daya yang jumlahnya tetap; situasi menang-kalah. Sedangkan tawar-menawar integratif adalah negosiasi yang didasarkan pada asumsi bahwa ada satu penyelsaian atau lebih yang dapat menciptakan solusi menang-kalah atau saling menguntungkan.[14]
Tabel 2. Tawar menawar Distributif versus Integratif
Karakteristik Tawar-menawar
Tawar-menawar distributif
Tawar-menawar integratif
Tujuan
Mendapatkan potogan kue sebanyak mungkin
Memperbesar kue sehingga kedua belah pihak puas
Motivasi
Menang-kalah
Menang-menang
Fokus
Posisi (“Saya tidak dapat memberi lebih banyak daripada ini”)
Kepentingan (“Dapatkah Anda jelaskan mengapa isu ini begitu penting bagi Anda?”)
Kepentingan
Berlawanan
Selaras
Tingkat berbagi informasi
Rendah (berbagi informasi hanya akan memungkinkan pihak lain mengambil keuntungan dari kita)
Tinggi (berbagi informasi akan memungkinkan masing-masing pihak untuk menemukan cara yang akan memuaskan kepentingan kedua belah pihak)
Lama hubungan
Jangka pendek
Jangka panjang
Sumber: Didasarkan pada R.J.Lewicki dan  J.A.Literer, Negosiasi (Homewood,Illionis: Irwin, 1985)
2.6 Proses negosiasi
Menurut Robbins proses negosiasi terdiri atas lima tahap, yaitu :[15]
-          Persiapan dan perencanaan
Dalam bagian ini harus memprediksi alternatif terbaik untuk kesepakatan negosiasi (BATNA). Alternatif inilah yang tebaik bagi sebuah kesepakatan negosiasi; nilai terendah yang dapat diterima bagi seorang individu untuk sebuah kesepakatan negosiasi.
-          Penentuan aturan dasar
Anda mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Misalnya: siapa yang melakukan perundingan, dimana perundingan berlangsung, persoalan yang akan dinegosiasikan, dll.


-          Klarifikasi dan justifikasi
Inilah titik dimana seseorang perlu memberikan segala dokumentasi kepada pihak lain, yang kiranya dapat membantu mendukung posisi seseorang tersebut.
-          Tawar-menawar dan penyelasaian
Hal ini dilakukan dalam rangka mencari suatu kesepakatan sehingga perlu dibuat oleh kedua belah pihak.
-          Penutupan dan implementasi
Dalam hal ini kita mengformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan.
2.7 isu isu dalam negosiasi
           Ada empat isu kontemporer dan negosiasi, yaitu :[16]
-          Peran suara hati dan sifat kepribadian dalam negosiasi
Hasil penilaian terhadap hubungan kepribadian - negosiasi menunjukkan bahwa memiliki keterkaitan. Contoh : para perunding yang menyenangkan sering gagal total ketika harus mlakukan tawar-menawar distributive. Selain dari itu ego yang besar juga dapat mempengaruhi negosiasi.
-          Perbedaan gender dalam negosiasi
Stereotip populer mengatakan bahwa kaum perempuan lebih koopratif dan menyenangkan dalam negosiasi daripada kaum laki-laki.
-          Perbedaan kultur dalam negosiasi
Gaya organisasi beragam antar satu kultur dengan kultur lain. Misalnya: orang Prancis menyukai konflik sehingga mereka butuh waktu lama untuk negosiasi. Orang Cina suka mengulur-ulur perundingan. Orang Amerika dikenal karena ketidaksabaran mereka.
-          Negosiasi pihak ketiga
Ada empat peran pokok pihak ketiga, yaitu:
a.                                                             Mediator             : pihak ketiga yang bersikap netral yang mengfasilitasi negosiasi solusi dengan menggunakan penalaran dan persuasi, menyodorkan alternatif dan semacamnya.
b.                                                            Arbitrator           : pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan kespakatan.
c.                                                             Konsiliator          : pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal antara perunding dan lawannya.
d.                                                            Konsultan           :           pihak ketiga yang terlatih dan tidak berpihak yang berupaya mengfasilitasi pemecahan masalah melalui komunikasi analisis dengan dibantu oleh pengetahuan mereka mengenai manajemen konflik.
2.8 Ringkasan dan Implikasi Bagi Para Manajer
Dalam menghadapi konflik yang berlebihan dan untuk menguranginya, manajer dapat melakukan berbagai cara :[17]
-          Gunakan persaingan apabila tidakan cepat dan tegas bersifat vital (dalam keadaan darurat); jika persoalannya penting, di mana tindakan tidak popular perlu dilaksanakan (dalam pemangkasan biaya, penegakan aturan yang todak popular, pendisiplinan).
-          Gunakan kolaborasi untuk menemukan penyelesaian integratif bila kedua perangkat kepentingan itu terlalu penting sehingga tidak dapat dikompromikan. Memperoleh komitmen dengan memasukkan kepentingan  ke dalam konsensus dan menyelesaikan perasaan yang telah mengganggu hubungan.
-          Gunakan penghindaran ketika persoalan tertentu tidak terlalu penting, atau terdapat persoalan yang lebih penting yang mendesak.
-          Gunakan akomodasi bila didapati adanya kekeliruan dan untuk menunjukkan rasionalitas serta persoalan lebih penting bagi orang lain daripada bagi diri sendiri dan ingin memuaskan orang lain serta memelihara kerjasama.
-          Gunakan kompromi bila sasarannya penting tetapi tidak layak mendapatkan upaya pendekatan-pendekatan yang lebih tegas yang disertai kemungkinan gangguan; bila lawan dengan kekuasaan yang sama berkomitmen terhadap sasaran yang timbal balik eksklusif; bila ingin mencapai penyelesaian sementara atas persoalan yang rumit; bila ingin menghasilkan pemecahan yang bijaksana di bawah tekanan waktu; dan bila ingin cadangan bila kolaborasi atau persaingan tidak berhasil.
Perundingan terbukti sebagai kegiatan yang berjalan terus-menerus dalam kelompok dan organisasi. Tawar-menawar distributif dapat memecahkan pertikaian tetapi sering mempengaruhi secara negatif kepuasan satu atau lebih perunding karena difokuskan pada jangka-pendek dan bersifat konfrontasional. Sebaliknya tawar menawar integratif cendering memberikan hasil yang memuaskan semua pihak dan membina hubungan yang bertahan lama.[18]



2.9 Manajemen Konflik dan Negosiasi
Tiga catatan penting dalam menangani konflik organisasi :
Pertama :berbagai jenis konflik tidak mungkin dihindarkan karena dipicuoleh berbagai variasi penyebab.
Kedua :terlalu sedikit konflik pertanda besarnya kondisi kontra -
produktif dalam organisasi.
Ketiga :tidak ada satu jalan terbaik untuk mengatasi konflik.
Dengan dasar itu para ahli penanganan konflik merekomendasikan pendekatan
kontingensi (contingency approach) untuk memanaj konflik. Penyebab konflik dan konflik yang terjadi harus dimonitor. Kalau muncul pertanda terlalu sedikit konflik karena apatisme atau kurangnya kreativitas, maka functional conflict perlu distimulir melalui “Programmed Conflict”, baik menggunakan devil’s advocacy ataupun dialectic method.
     Kalau konflik menjurus menjadi dysfunctional, cara penanganan konflik yangtepat perlu dilakukan; para manajer dapat dilatih melalui pengalaman dan role-playingpenanganan konflik. Intervensi pihak ketiga dibutuhkan apabila pihak-pihak yangberselisih tidak mau atau tidak mampu mengatasi konflik. Integrative atau value-added negotiation paling tepat untuk mengatasi konflik antar group atau antar organisasi.








BAB 3
Studi kasus


Konflik Pilkada di Mojokerto

    Insiden anarkis di halaman Gedung DPRD Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur      Jumat (21/5/2010) sedikitnya mengakibatkan 22 mobil hancur dan 10 di antaranya dibakar massa dengan bom molotov saat penyampaian visi dan misi calon bupati dan calon wakil bupati setempat. Aksi rusuh ini merupakan rentetan demo yang terjadi sejak KPU Mojokerto mencoret pasangan KH Dimyati Rosyid-M. Karel dari kancah pertarungan. Aksi anarkis itu terjadi bersamaan penyampaian visi, misi dan program pasangan cabup-cawabup. Selain melempari bom molotov, massa juga membakar dan merusak puluhan mobil. Salah satunya mobil dinas Wakil Walikota Mojokerto, H Masud Yunus, yang diundang menghadiri acara itu juga ludes dilalap api. Sumber konflik berasal dari kekesalan pendukung salah satu bakal calon bupati Mojokerto, yaitu pasangan Dimyati Rosyid-M Karel yang tidak lolos proses verifikasi oleh komisi pemilihan umum. Keputusan ini ditetapkan setelah Rumah Sakit dr Soetomo, Surabaya menegaskan surat rekomendasi hasil tes lanjutan ke dua bersifat menguatkan hasil tes kesehatan pertama. Dimana pasangan ini dianggap menderita gangguan multiorgan. Mereka mempertanyakan keabsahan pelaksanaan tahapan yang dilaksanakan KPU.
   Sesuai jadwal, Jumat (21/5/2010) dihelat penyampaian visi, misi dan program      pasangan calon sekaligus mengawali kegiatan kampanye. Sekitar pukul 08.30, acara dimulai. Sesuai nomor urut, pasangan Mustofa Kamal Pasa dan Choirun Nisa" (Manis) mengawali menyampaikan visi, misi dan programnya.  Bersamaan kegiatan itu, massa secara bergelombang tiba di depan kantor dewan. Mereka langsung memaksa masuk ke pintu gerbang. Kedatangan mereka pun disambut penjagaan aparat keamanan. Tak lama berselang, massa kembali datang. Tak sekadar memaksa, massa tersebut langsung menyerang petugas dan berusaha menerobos pintu gerbang. Massa yang kala itu membawa pentungan besi, berhasil menerobos penjagaan polisi.  Jalan masuk ke area kantor dewan dan pemkab semakin terbuka setelah massa melempari bom molotov ke arah petugas dan kantor dewan. Massa pun berhasil menjebol pintu gerbang. Dengan gerakan cepat, puluhan warga langsung berlari ke arah kantor pemkab. Sebagian lagi, ada yang berusaha menyerang ke arah kantor dewan yang di dalamnya sedang berlangsung penyampaian visi dan misi pasangan calon. 
   Di area perkantoran, massa merusak dan membakar mobil yang parkir di halaman. Tak hanya mobil dinas (mobdin), namun juga mobil pribadi. Dengan pentungan yang dibawanya, massa merusak kaca mobil. Sebagian lagi melempari bom molotov. Dengan cepat, mobil-mobil itu terbakar. Bahkan, massa juga melemparkan bom molotov ke Kantor Bagian Keuangan dan PDE. Sekelompok orang yang sebagian memakai penutup muka itu terus melanjutkan aksinya. Mereka berkeliling memburu mobdin. Dari kantor Bappeda, massa bergerak ke sebelah kantor Bagian Keuangan. Beberapa mobil yang parkir di dekat masjid terbakar. Termasuk, mobdin Badan Legislasi (banleg) yang baru pengadaan tahun ini. Mobdin Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto, Syaiful Fuad dan mobil Wawali Kota Mojokerto, Mas`ud Yunus yang ditinggal menghadiri undangan penyampaian visi, misi tak luput dari serangan massa dan dibakar. Jumlahnya terdapat 33 mobil yang rusak, yaitu mobil dinas ada 25 unit dan mobil pribadi delapan unit. Dari jumlah itu, yang terbakar 12 dan lainnya rusak.
   Aksi massa itu pun berusaha dihalau aparat kepolisian. Kendati sudah banyak mobil yang terbakar, namun upaya kepolisian menuai hasil. Massa berhasil dipukul mundur. Massa keluar dari pintu gerbang sebelah selatan kantor dewan.  Selain itu, petugas juga berhasil mengamankan sejumlah orang. Sementara itu, untuk memadamkan api yang melalap mobil-mobil tersebut, didatangkan dua unit mobil pemadam kebakaran dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Mojokerto. 
   Sedangkan, soal tuntutan sekelompok orang tersebut terlihat dari adanya poster yang menegaskan stop dan tunda Pemilukada Mojokerto 2010. Hal itu karena pengumuman Nomor: 09/KPU-Kab Mjk/IV/2010 tentang penetapan calon yang dianggap tidak sah dan cacat hukum. Sebab, SK tersebut mengacu pada SK yang tidak ada. Yaitu, SK KPU Kabupaten Mojokerto Nomor: 32/2010 tanggal 13 April 2010.  Terhadap aksi massa tersebut, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto, Syaiful Fuad menyampaikan, meskipun terjadi kerusahan di luar gedung, namun pelaksanaan penyampaian visi, misi dan program pasangan calon terus berjalan. Seluruh pasangan calon sudah menyampaikan visi dan misinya sampai selesai.

 Kesimpulan
Konflik yang terjadi pada pilkada di kabupaten Mojokerto adalah konflik antara kelompok dengan kelompok, yakni antara KPU dengan kelompok pendukung Dimyati Rosyid-M Karel.   Konflik bermula ketika pasangan Dimyati Rosyid-M Karel  dinyatakan tidak lolos pada test kesehatan untuk pemilihan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mojokerto. Kelompok pendukung merasa kecewa atas keputusan tersebut sehingga pada saat penyampaian visi misi, para pendukung Dimyati Rosyid-M Karel melakukan demonstarsi yang berujung ricuh. Kelompok pendukung melakukan perusakan pada sejumlah gedung DPRD Kabupaten Mojokerto dan sejumlah mobil yang terparkir di area tersebut. Pada kasus kerusuhan pilkada Kabupaten Mojokerto, kelompok pendukung salah seorang calon telah mengabaikan aturan main demokrasi.
            Penyelesaian konflik yang terjadi pada pilkada Kabupaten Mojokerto diserahkan kepada kepolisian sepenuhnya. Hal ini tidak melibatkan proses demokrasi, melainkan murni permasalahan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak mempengaruhi proses demokrasi di Kabupaten Mojokerto. Pelaksanaan pilkada tetap berlangsung dan tidak dilakukan penundaaan pilkada seperti yang sempat dikabarkan karena memang konflik yang terjadi tidak berpengaruh pada proses dan hasil pada pilkada Kabupaten Mojokerto.



DAFTAR PUSTAKA
Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, “Perilaku Organisasi”,2006, PT.Indeks;Indonesia
xa.yimg.com/kq/groups/22999204/1800496505/name/makalah diakses hari senin tanggal 26-09-2011,jam 13.00 wib
rinoan.staff.uns.ac.id/files/2009/06/konflik-negosiasi-v-1.pdf diakses hari senin tanggal 26-09-2011.jam 13.00 wib
john m.ivancevich, robert konopaske dan michel t.matteson. ‘perilaku dan manjemen organisasi”,edisi 7,jilid 2,2006, erlangga;indonesia


[1] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 548
[2] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 548
[3] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 549
[4] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 550-551
[5] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 551-552
[6] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 552-553
[7] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 553
[8] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 553-555
[9] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 555-556
[10] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 557
[11] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 557
[12] idem
[13] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 559-560
[14] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 562-563
[15] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 564-566
[16] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 566-570
[17] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 571-573
[18] Judge, Timothy A dan Stephen P.Robbins, Perilaku Organisasi,2006,hal 573